Japanese Otodidak Club

Japanese Otodidak Club
Issho ni Nihon-Go o benkyoushimashou

Minggu, 30 November 2014

Pengolahan Sampah di Jepang


Pengolahan Sampah di Jepang

MAU BUANG SAMPAH, BAYAR!

Di Jepang, masalah sampah merupakan masalah yang sangat serius, karena lahan di negara ini terbatas bila harus menampung sampah-sampah seperti yang dilakukan di Indonesia. Maka untuk menanggulanginya, Jepang memilah-milah sampah, sehingga bahan yang masih bisa dipakai, didaur ulang. Di Nagoya, menerapkan 7 (tujuh) kategori sampah, sehingga bila kita membuang sesuatu harus dipilah menurut jenisnya, dan harus dibuang dalam keadaan bersih.(kalo di Indonesia berapa ya guys, setahuku dibagi 2 : sampah kering dan basah. Itu pun orang2 buangnya gak nurut ama pemilahannya.. suka asal cemplung aja. Hehe..)

Berikut ini penjabaran tentang klasifikasi sampah yang harus diperhatikan oleh semua orang di Nagoya. Ini karena setiap daerah memiliki kebijakan tentang pemilahan sampah yang berbeda-beda dan Nagoya adalah salah satu kota yang cukup ketat soal sampah. Mereka misahkan barang-barang yang dapat didaur ulang seperti, kemasan plastik, karton, botol plastik, botol beling dan kaleng. Sedangkan yang tidak dapat didaur ulang, yaitu sisa makanan, barang-barang yang sudah rusak seperti baterai, botol spray, dsb.

Barang-barang yang berukuran besar lebih dari 30 x 30 x 30 cm dapat dibuang namun akan dikenai biaya, biasanya 10.000 yen (sekitar Rp 800.000) per barang. (Gila-gila an nih bayarnya! Harga sampah mengungguli gaji penjaga warnet di Indonesia guys.. maap nih buat mas en mbak warnetkeeper, bukan maksud buat nyindir, cuma membandingkan. He3x.. Decak kagum deh buat Nagoya^^) Sehingga banyak orang menjual barang elektronik atau bahkan memberikan dengan cuma-cuma pada toko-toko penjual barang bekas, sebelum barang tersebut rusak. Namun, tidak sedikit pula yang rela membayar hingga ratusan ribu yen untuk membersihkan rumahnya dari barang-barang elektronik atau furniture yang tidak digunakan.

Bila seseorang merasa melihat sampah yang dibuang orang lain di jalan, ia wajib memungutnya tanpa ragu-ragu. Dengan penuh kesadaran ia menyimpan sampah tersebut sampai menemukan tong sampah. (wah, berati orang Indonesia itu nggak nyadar diri dong ya. Buktinya, ketika ada orang yang buang sampah sembarangan, bukannya dipungut, malah ikut-ikutan buang sampah sembarangan juga, he3x... Salut deh Ichibun sama penduduk Nagoya^^).

Saat membuang sampah, ia harus memilah-milah sampah menurut bahannya. (nah lo! Ribet gak tuh) Contoh, saat seseorang membuang satu botol minuman plastik, ada tiga langkah yang harus dilakukan. (waduh, udah kayak langkah pencegahan DBD aja nih, 3M). Pertama, harus dipastikan kita membuang seluruh isi airnya. Kedua, plastik yang bertuliskan merek minuman tersebut harus dirobek dan dibuang ke dalam tong sampah berkategori plastik beserta tutup botolnya. Ketiga, badan botol itu harus ditekan hingga pipih, lalu botol dibuang ke dalam tong sampah berkategorikan pet bottle. (capek deh! Mana tadi orangnya yang buang sampah, sini mau gue ajak ke Nagoya, ha3x...)

Bayangkan betapa seseorang harus melakukan beberapa hal di atas hanya untuk membuang sebuah botol minuman yang kadang-kadang bukan miliknya. Namun, tentu saja mereka mendapat bayaran yang setimpal. (Tunggu! Bayaran? Jangan salah tangkep dulu guys, bisa aja bayaran yang dimaksud ini bukan berupa uang, ya kan? He3x..). Alhasil lingkungannya menjadi bersih dan nyaman untuk hidup, bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk orang lain dan lingkungan. (setuju deh sama mbak Median ^^).

Biaya tinggi untuk sampah, bahkan tak jarang lebih mahal dari harga belinya, membuat orang berpikir lagi untuk mengonsumsi suatu barang agar tidak seenaknya membuang sampah. Sampah kita adalah tanggung jawab kita. Kitalah yang bertanggung jawab terhadap alam dan segala kerusakannya. (nah.. bener banget tuh temen-temen JOC.. patut ditiru dan dibiasakan ya buang sampah di tempat sampah ^^).

Oleh:Median Mutiara
Alumnus Nagoya University
Mahasiswa S2 Unesa
Sumber: Koran Surya


Salam JOC,
Ichibun --DM